Sabtu, 26 November 2011

Pendidikan Masyarakat Dan Kebudayaan

Rakyat Kecil Terbuai Judi Togel (Fenomena Judi)

Perang terhadap perjudian yang dilancarkan Polri dianggap angin lalu. Perjudian tetap tumbuh subur terutama jenis toto gelap (togel), koprok, remi dan lainnya. Kemiskinan disinyalir menjadi penyebab rakyat kecil memilih bertaruh lewat angka-angka judi demi meraih mimpi mendapat hadiah uang berlipat ganda.

Perjudian kelas menengah ke bawah tetap diminati, bahkan peminatnya bisa jadi lebih banyak ketimbang perjudian kelas menengah atas seperti kasino, judi online dan jenis lainnya. Terbukti, dalam sebulan terakhir sedikitnya 70 kasus judi togel dengan lebih dari 100 tersangka ditangani jajaran Polda Metro Jaya.
Perjudian jenis ini banyak terjadi yakni di wilayah Jakarta Utara, tercatat 47 kasus dengan 77 tersangka. “Kami juga menyita 143 buku rekapan togel, uang tunai Rp13,5 juta dan 3 buah buku tafsir mimpi,” rinci Kapolres Jakarta Utara, Kombes Rudy Sufahriadi.
Hampir setiap hari polisi menangkap penjudi. Petugas Polsek Pelabuhan Sunda Kelapa, Minggu (28/3) menciduk tiga bandar dan seorang pengecer judi togel di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakut, Sabtu (28/3). Tersangka KH, 48, Yt, 36, dan Wd, 51 ditangkap pada saat sedang melakukan transaksi. Sedangkan Mks, 30, ditangkap di warungnya saat mengecerkan judi togel.
“Kami menyita uang tunai Rp220 ribu dan 12 lembar catatan angka ogel,” jelas Kanit Reskrim Polsek Sunda Kelapa, Ipda. Antonius.
Barang bukti yang disita polisi dalam kasus judi togel memang nilainya tidak sefantastis judi bola internet, tapi omzet judi togel bila dilihat dari jumlahnya pemasang, nilainya cukup besar bisa mencapai ratusan juta per bulan. Satu pengecer saja sehari bisa mendapat sedikitnya 30 pembeli. Diperkirakan ada ratusan pengecer togel di Jakarta.

RAKYAT KELAS BAWAH
Togel adalah jenis perjudian tebak angka yang pemutarannya disesuaikan dengan hasil pacuan kuda di Singapura. Jadi nomor-nomor yang dikeluarkan bandar sama persis yang ada di negeri tersebut. Baik pengedar maupun pemasang rata-rata dari kalangan menengah ke bawah seperti tukang ojek, sopir, pedagang kecil, ibu rumah tangga bahkan juga manula.
Untuk setiap pemasang togel Rp1.000, untuk dua angka yang tembus dapat Rp65 ribu, menang tiga angka dapat Rp450 ribu dan menang empat angka dapat Rp2,5 juta. Jumlah hadiah ini tentu menggiurkan buat orang-orang yang berpenghasilan pas-pasan.
Tergiur bernasib mujur dengan mendapatkan uang berlipat inilah salah satu penyebab kian suburnya judi togel.
Iming-iming hadiah tak hanya membuat pemasang tergiur. Komisi buat pengedarnya juga membuat orang tertarik. Pengedar mendapat pembagian 25 persen dari hasil penjualan. Rata-rata pengedar mendapat untung Rp20 ribu per hari.
Ini juga yang membuat Yaman,61, menjadi pengecer. “Lumayan, sehari dapat Rp30 ribu bisa buat jajan cucu,” ujar kakek 10 cucu yang ditangkap petugas Polres Jakarta Utara ini.
Alasan ini pula yang dikemukakan Marni, 44, janda dua anak yang menjadi pengecer togel sejak suaminya meninggal setahun lalu. Ia mengaku mendapat uang Rp20 ribu sehari. “Bisa buat kebutuhan hidup Pak,” kata wanita yang ditangkap di Sunter Agung, Tanjung Priok.

LEWAT SMS
Gencarnya razia judi yang dilakukan polisi tak membuat pengelola togel kehilangan akal. Penjualan togel kini tak lagi dengan cara teradisional dengan menjual kupon, melainkan cukup lewat SMS dengan menuliskan angka yang ingin dipasang.
Bandar dan pengecer togel kini menggunakan HP untuk berkomunikasi dengan konsumennya. Selain mudah dilakukan, ini juga untuk menghindari pelacakan polisi.
Satu bandar yang ditangkap, Kh mengaku setiap hari ada orang suruhan bandar besar, datang mengambil uang hasil penjualan. Setiap hari ia bisa mencapai penjualan sekitar Rp350 ribu dengan komisi 35 persen. Pelanggannya kebanyakan ABK, buruh pabrik serta nelayan.
“Kalau ada yang masang togel, saya langsung kirim ke HP bos,” cerita Kh yang ditangkap petugas Polres Sunda Kelapa. Polisi kini masih mencari-cari DD alias Uc, bandar besar yang disebut Kh sebagai bosnya.
Lain lagi, dengan Sa, pengecer. Agar bisnisnya berlangsung aman dan terhindar dari endusan polisi, ia selalu jemput bola terhadap pemasang. “Saya langsung mendatangi mereka satu persatu naik motor. Konsumen saya catat sesuai dengan nominal pasangan. Mereka saya beritahu nomor yang keluar melalui SMS,” ujar Sa.
Hal senada diakui pengecer togel berinial M.Yunus, 30 dan Kliwon, 35, yang biasa menjalankan bisnisnya di wilayah Senen, Jakarta Pusat. Pria yang pernah ditangkap polisi karena kasus togel mengaku mendapat upah lumayan yakni mencapai Rp100 ribu perhari.
“Saya ditangkap polisi karena tertangkap tangan jadi pengecer togel. Bos saya lepas tangan dan kabur karena takut tertangkap polisi. Kebanyakan yang pasang togel itu orang kecil seperti tukang ojek, sopir, pedagang makanan dan pengangguran,” tandas M.Yunus. Jenis togel yang dijajakan antara lain Keong Mas, KM, MS dan PKM.

TOGEL ONLINE
Judi togel kini juga dapat diakses melalui internet. Dari penelusuran Pos Kota, tercatat ada enam website pengelola judi togel di dunia maya. Di dalam situs itu setiap hari dapat dilihat data-data daftar penjualan serta angka togel yang keluar.
Di layar situs juga dapat dilihat rumus-rumus tebakan angka. Pengelola juga menawarkan, pemasangan togel lewat situs internet akan mendapat diskon hingga 57 persen. Janji lainnya, bila menang uang tak perlu melalui bandar yang mengelola judi online, melainkan akan langsung ditransfer langsung dari tauke judi. Pemasang menyetor uang melalui transfer di rekening pengelola.
Namun, untuk masuk menjadi pemain tidaklah mudah. Pemasang harus mendaftar menjadi member, password, serta memberikan nomor kartu ATM dan rekening. Bahkan untuk member atau pelanggan, dijanjikan akan mendapat komisi khusus bila dapat menarik pelanggan baru.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Boy Rafli Amar, mengatakan pengelola judi togel saat ini membangun jaringan melalui SMS. Ini untuk menghindari pelacakan polisi. “Sesuai dengan atensi Kapolda Metro Jaya, perjudian dalam bentuk apa pun harus diberantas. Saat itu di Jatanras Polda Metro Jaya ada 12 pegedar judi togel yang ditangkap,” ungkapnya.

PERJUDIAN JENIS KOPROK
Pihak Polres Jakarta Barat menangkap 10 penjudi koprok di tempat berbeda, Minggu pagi. Kapolres Jakarta Barat, Kombes Drs A Kamil Razak SH, MH, menjelaskan perjudian dilakukan di rumah kontrakan dengan pemainnya karyawan, penarik bajaj, pekerja bangunan dan pengojek.
“Kegiatan mereka berlangsung setiap malam hari, sepulang mereka mencari nafkah. Mustinya istirahat tetapi digunakan untuk bermain judi,” ujar kapolres didampingi Wakasat Reskrim AKP H. Pujiyarto.
Petugas dipimpin Iptu Kasranto menggerebek rumah kontrakan berlantai dua di Jalan Kebon Pisang RT011/010 Kel. Wijaya Kusuma, Jakarta Barat. Bandarnya Tarmin, 32, yang juga penarik bajaj, diringkus bersama lima pemainnya yaitu Ryan, 28, Yudi, 37, Santosa, 34, Carmin, 42, dan Deden, 49. Barang bukti yang disita uang Rp 271.000.
Selang tiga jam kemudian, Buser Polsek Tanjung Duren dipimpin Kanit Reskrim Iptu H.Johari Bule, juga menggerebek empat warga berjudi remi di tepi Jalan Indraloka VII, Jelambar, Jakarta Barat. Mereka yang ditangkap Joni, 53, Agus, 34, Doni, 24, dan Anggi, 23, dengan barang bukti Rp 107.000.

MENTAL MASYARAKAT
Joko Dwi, Sosiolog UGM (Universitas Gajah Mada), menilai maraknya ‘penyakit masyarakat’ berupa judi lantaran adanya pengaruh perkembangan zaman yang tidak diikuti oleh mental masyarakatnya. Teknologi, dikatakannya menjadi salah satu faktor utamanya.
“Contohnya, mudahnya mengakses internet tanpa ada pengamanan khusus sehingga dapat dengan mudah pula mempengaruhi masyarakat,” ujarnya saat dihubungi Pos Kota, Minggu (28/3) malam.
Menurutnya, pengimbangan mental masyarakat tersebut jangan hanya sebatas dilakukan di dalam pendidikan formal semata. Namun, pendidikan diluar hal tersebut, sambungnya, sangat diperlukan bagi masyarakat sekitar.
Dalih untuk memenuhi kebutuhan ekonomi bagi para pelakunya kerap menjadi alasan atau alibi bagi mereka yang ketangkap dan berurusan dengan polisi. Dalam hal ini, ucap Joko yang juga merupakar pengajar di UGM, polisi harus dapat memberantas secara tuntas.
“Tidak pilih kasih dan pandang bulu. Polisi juga harus berani membongkar dan menangkap para bandar-bandar judinya,” ujarnya. Terlebih, katanya, instansi Polri telah menjadi sorotan masyarakat terkait kasus makelar kasus (markus).

Prasangka Dan Diskriminasi

Diskriminasi Para Penyandang Cacat

Puluhan massa dari Forum Advokasi dan Penyadaran Hak Asasi Penyandang Cacat Sulawesi Selatan berunjukrasa di kantor PT Garuda Indonesia Kantor Cabang Makassar, pagi ini. Mereka memprotes pihak Garuda karena menolak salah seorang penyandang cacat untuk naik ke pesawat tersebut.

Penderita tuna netra yang ditolak bernama Irwan Subena. Irwan adalah calon penumpang pesawat dengan nomor penerbangan GA 607771 tujuan Makassar-Denpasar, Bali. Dia rencananya berangkat pada 14 September pukul 12.15 Wita.

"Saat akan naik pesawat, pihak Garuda di bandara tiba-tiba menghalangi rekan kami untuk ikut naik pesawat," kata Abd Rahman, Koordinator Aksi.

Rahman mengatakan tindakan pihak Garuda telah mencederai perasaan penyandang cacat. Padahal semua penumpang pesawat berhak mendapat pelayanan yang sama.

Massa mendesak pihak Garuda bertanggung jawab atas insiden penolakan terhadap calon penumpang penyandang cacat. "Undang-undang penerbangan saja telah mengatur dan memberikan persamaan hak kepada penyandang cacat saat naik di atas pesawat. Kami mendesak awak kabin dan pilot pesawat bertanggungjawab," katanya.

Aksi massa mulai reda saat Kepala Cabang Garuda Indonesia, Rismon menemui massa. Rismon mengaku jika tindakan penolakan tersebut adalah kesalahpahaman dari awak kabin pesawat.

"Kemarin memang awak kabin kami keliru dan salah paham. Itu dilakukan dengan alasan safety bagi calon penumpang penyandang cacat," kata Rismon.

Ia mengatakan dulu penyandang cacat saat naik pesawat memang harus didampingi untuk membantu jika sewaktu-waktu ada insiden yang dialami pesawat. Hal itu juga akan membantu awak kabin untuk kenyamanan penumpang penyandang cacat.

"Atas insiden ini kami telah meminta maaf kepada calon penumpang itu. Rencananya hari ini akan kami berangkatkan," ucap Rismon.

Menurut Rahman tindakan diskriminasi terhadap penyandang kerap dialami. Pada Agustus lalu, penyandang cacat di Makassar juga berunjukrasa di kantor Merpati Nusantara Airlines Cabang Makassar karena seorang rekannya mendapat perlakuan diskriminatif.

Indvidu, Keluarga Dan Masyarakat

Kekerasan Terhadap Anak Dan Dampaknya

Yani (30 th) sering menghukum‘kenakalan; anaknya yang bersusia 5 tahun. Bentuk kenakalan itu antara lain, menuang sabun di kamar mandi, tak mau makan, mengotori jemuran dan menganggu adik. “Kalau nakalnya di kamar mandi, ya saya pukul pakai gayung. Kalau tak mau makan, saya pukul pakai sendok atau piring. Kalau menggangu adiknya, saya pukul pakai maiannya.” Menurut Yani, anak harus dihukum supaya jera dan tidak mengulangi perbuatan yang dilarang. Yani tak ingin disalhkan suami karena tak mampu mendidik anak.

Dampak fisik: Memar, luka, patah tulang terutama di daerah rusuk dan gangguan-gangguan di bagian tubuh lain seperti kepala, perut, pinggul, kelak di usia selanjutnya.
Dampak emosi:
  • Merasa terancam, tertekan, gelisah dan cemas.
  • Membangun pemahaman bahwa memukul dibenarkan untuk memberi disiplin. Di usia dewasa, anak akan menggunakan pendekatana kekerasan untuk mendisiplinkan anak.
Orang tua diharapkan:
  • Konsultasi pada psikologi untuk latihan mengelola emosi, menggali masalah suami siteri yang tidak selesai dan mempelajarai perkembangan anak.
  • Ajak anak ke dokter untuk memeriksakan kondisi fisik.
  • Pahami perkembangan anak. Di usia 5 hingag 8 tahun, anak sedang berada pad atahap ingin menunjukkan kemampuan, mereka ingin berekreasi. Tidak semua tindakan anak merupakan kenakalan, mereka tidak tahu bahwa tingkah lakunya salah atau kurang tepat.
Bantuan untuk anak:
  • Pemeriksaan psikologis oleh psikolog untuk mengetahui gangguan emosi yang dialaminya dan mendapat terapi yang sesuai.
  • Tumbuhkan kemabli rasa percaya diri anak. Terimalah apa yang mereka lakukan dengan tidak lupa memberitahu tindakan apa yang seharusnya dilakukan.
  • Bila orang tua bukan pelaku kekerasan, yakinkan anak bahwa ia sangat dicintai.

Pemuda Dan Sosialisasi

PEMUDA DAN SOSIALISASINYA DALAM PERMASALAHAN GENERASI NASIONAL

A. Pengertian Pemuda
Telah kita ketahui bahwa pemuda atau generasi muda merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah nilai. hal ini merupakan pengertian idiologis dan kultural daripada pengertian ini. Di dalam masyarakat pemuda merupakan satu identitas yang potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsanya karma pemuda sebagai harapan bangsa dapat diartikan bahwa siapa yang menguasai pemuda akan menguasai masa depan.
Ada beberapa kedudukan pemuda dalam pertanggungjawabannya atas tatanan masyarakat, antara lain:
a. Kemurnian idealismenya
b. Keberanian dan Keterbukaanya dalam menyerap nilai-nilai dan gagasan-gagasan yang baru
c. Semangat pengabdiannya
d. Sepontanitas dan dinamikanya
e. Inovasi dan kreativitasnya
f. Keinginan untuk segera mewujudkan gagasan-gagasan baru
g. Keteguhan janjinya dan keinginan untuk menampilkan sikap dan keperibadiannya yang mandiri
h. Masih langkanya pengalaman-pengalaman yang dapat merelevansikan pendapat, sikap dan tindakanya dengan kenyataan yang ada.

B. Sosialisasi Pemuda
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui media pembelajaran dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam sosialisasi, antara lain: Proses Sosialisasi, Media Sosialisasi dan Tujuan Sosialisasi.
a) Proses sosialisasi
Istilah sosialisasi menunjuk pada semua factor dan proses yang membuat manusia menjadi selaras dalam hidup ditengah-tengah orang kain. Proses sosialisasilah yang membuat seseorang menjadi tahu bagaimana mesti ia bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari proses tersebut, seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya.
Semua warga negara mengalami proses sosialisasi tanpa kecuali dan kemampuan untuk hidup ditengah-tengah orang lain atau mengikuti norma yang berlaku dimasyarakat. Ini tidak datang begitu saja ketika seseorang dilahirkan, melainkan melalui proses sosialisasi.
b) Media Sosialisasi
• Orang tua dan keluarga
• Sekolah
• Masyarakat
• Teman bermain
• Media Massa.
c) Tujuan Pokok Sosialisasi
• Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
• Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengenbangkankan kemampuannya.
• Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
• Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umum.

C. Internalisasi
Adalah proses norma-norma yang mencakup norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institusional saja, akan tetapi mungkin norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota masyarakat.
a. Pendekatan klasik tentang pemuda
Melihat bahwa muda merupakan masa perkembangan yang enak dan menarik. Kepemudaan merupakan suatu fase dalam pertumbuhan biologis seseorang yang bersifat seketika dan suatu waktu akan hilang dengan sendirinya, maka keanehan-keanehan yang menjadi ciri khas masa muda akan hilang sejalan dengan berubahnya usia.
Menurut pendekatan yang klasik ini, pemuda dianggap sebagai suatu kelompok yang mempunyai aspirasi sendiri yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat. Selanjutnya munculah persoalan-persoalan frustasi dan kecemasan pemuda karena keinginan-keinginan mereka tidak sejalan dengan kenyataan. Dan timbulah konflik dalam berbagai bentuk proses. Di sinilah pemuda bergejolak untuk mencari identitas mereka.

b. Dalam hal ini hakikat kepemudaan ditinjau dari dua asumsi pokok.
Penghayatan mengenai proses perkembangan manusia bukan sebagai suatu koninum yang sambung menyambung tetapi fragmentaris, terpecah-pecah dan setiap pragmen mempunyai arti sendiri-sendiri.
Asumsi wawasan kehidupan adalah posisi pemuda dalam arah kehidupan sendiri. Perbedaan antar kelompok-kelompok yang ada, antar generasi tua dan pemuda, misalnya hanya terletak pada derajat ruang lingkup tanggung jawabnya.
Generasi tua sebagai angkatan-angkatan yang lalu (passing generation) yang berkewajiban membimbing generasi muda sebagai generasi penerus. Dan generasi pemuda yang penuh dinamika hidup berkewajiban mengisi akumulator generasi tua yang mulai melemah, disamping memetik buah-buah pengalamannya, yang telah terkumpul oleh pengalamannya.
Pihak generasi tua tidak bisa menuntut bahwa merekalah satu-satunya penyelamat masyarakat dan dunia. Dana melihat generasi muda sebagai perusak tatanan sosial yang sudah mapan, sebaliknya generasi muda juga tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban untuk memelihara dunia. Dengan demikian maka adanya penilaian yang baku (fixed standard) yang melihat generasi tua adalah sebagai ahli waris. Dari segala ukuran dan nilai dalam masyarakat, karena itu para pemuda menghakimi karena cenderung menyeleweng dari ukuran dan nilai tersebut karena tidak bisa diterima. Bertolak dari suatu kenyataan, bahwa bukan saja pemuda tapi generasi tua pun harus sensitif terhadap dinamika lingkungan dengan ukuran standard yang baik.
Dengan pendapat di atas jelas kiranya bahwa pendekatan ekosferis mengenai pemuda, bahwa segala jenis ”kelainan” yang hingga kini seolah-olah menjadi hak paten pemuda akan lebih dimengerti sebagai suatu keresahan dari masyarakat sendiri sebagai keseluruhan. Secara spesifiknya lagi, gejolak hidup pemuda dewasa ini adalah respon terhadap lingkungan yang kini berubah dengan cepat.

D. Pemuda Dan Identitas
Telah kita ketahui bahwa pemuda atau generasi muda merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah dan merupakan beban modal bagi para pemuda. Tetapi di lain pihak pemuda juga menghadapi pesoalan seperti kenakalan remaja, ketidakpatuhan kepada orang tua, frustasi, kecanduan narkotika, masa depan suram. Semuanya itu akibat adanya jurang antara keinginan dalam harapan dengan kenyataan yang mereka hadapi.
Kaum muda dalam setiap masyarakat dianggap sedang mengalami apa yang dinamakan ”moratorium”. Moratorium adalah masa persiapan yang diadakan masyarakat untuk memungkinkan pemuda-pemuda dalam waktu tertentu mengalami perubahan.
Menurut pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda bahwa generasi muda dapat dilihat dari berbagai aspek sosial, yakni:
1. Sosial psikologi
2. sosial budaya
3. sosial ekonomi
4. sosial politik

 Masalah-masalah yang menyangkut generasi muda dewasa ini adalah:
a. Dirasakan menurunnya jiwa nasionalisme, idealisme dan patriotisme di kalangan generasi muda
b. Kekurangpastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya
c. Belum seimbangnya jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia
d. Kurangnya lapangan dan kesempatan kerja.
e. Kurangnya gizi yang dapat menghambat pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasan
f. Masih banyaknya perkawinan-perkawinan di bawah umur
g. Adanya generasi muda yang menderita fisik dan mental
h. Pergaulan bebas
i. Meningkatnya kenakalan remaja, penyalahagunaan narkotika
j. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengangkut generasi muda.
 Peran pemuda dalam masyarakat
a. Peranan pemuda yang didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
b. Peranan pemuda yang menolak unsur menyesuaikan diri dengan lingkungannya
c. Asas edukatif
d. Asas persatuan dan kesatuan bangsa
e. Asas swakarsa
f. Asas keselarasan dan terpadu
g. Asas pendayagunaan dan fungsionaliasi
 Arah Pembinaan Dan Pengembangan Generasi Muda
Arah pembinaan dan pengembangan generasi muda ditunjukan pada pembangunan yang memiliki keselarasn dan keutuhan antara ketiga sumbu orientasi hidupnya yakni.
a. Orientasi ke atas kepada Tuhan Yang Masa Esa.
b. Orientasi dalam dirinya sendiri
c. Orientasi ke luar hidup di lingkungan
Peranan mahasiswa dalam masyarakat
a. Agen of change
b. Agen of development
c. Agen of modernization

Agama Dan masyarakat

Penyelewengan Agama Dan Kekerasan

Kasus penyerbuan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten, serentak mendapat respon luar biasa dari media. Hampir sepekan pasca kejadian, media cetak maupun elektronik dipenuhi dengan berita kasus tersebut. Banyak pakar dan analis diundang media televisi untuk tampil langsung membahas kasus itu, mulai dari agamawan, kepolisian, anggota dewan, aktivis kemanusiaan, hingga pengamat politik.

Muncul beragam pendapat mengenai kasus tersebut, ada yang mengatakan bahwa kasus itu dikarenakan kurang sigapnya aparat kepolisian yang terkesan membiarkan terjadinya tindak kekerasan. Ada pula yang menyebut, akibat dari SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga menteri yang masih kurang tegas dan terkesan ”banci”. Ada juga yang mensinyalir bahwa kasus itu dikarenakan provokator beberapa orang dari kelompok ormas keagamaan yang sudah lama menginginkan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dibubarkan.

Tentu masih banyak pendapat lain untuk menilai dan mencoba mencari solusi atas kasus tersebut. Namun yang menarik untuk didiskusikan lebih dalam lagi adalah tentang jawaban dari pertanyaan, mengapa penyerbuan anggota JAI itu terulang lagi?. Dengan kata lain, bahwa kejadian di Cikeusik bukan berdiri sendiri, karena jelang sepekan kemudian juga terjadi di Temanggung. Kasus yang dialami anggota JAI itu, hampir terjadi berulang dalam setiap tahunnya, bak kasus tahunan. SETARA Institute mencatat, aksi kekerasan terhadap JAI pada tahun 2007 terjadi 15 kasus, pada tahun 2008 sebanyak 238 kasus, pada 2009 ada 33 kasus. Terjadi di berbagai daerah, seperti Kuningan, Bogor, Tasikmalaya, dan Garut.

Kalau dilihat dari kejadiannya yang berlangsung beulang-ulang, hampir dalam setiap tahunnya, terjadi merata di berbagai daerah, maka dapat dikatakan bahwa menyerbu, menyerang, ngeluruk, menyegel, melempari, membakar, bahkan membunuh adalah sudah menjadi budaya di masyarakat saat ini. Artinya, kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah di masyarakat akar rumput telah menjadi pilihan yang sepertinya absah.

Pernyataan ini tentu tidak berlebihan, apabila dikaitkan dengan beberapa kasus selain JAI. Tidak lama pasca kejadian penyerbuan yang berujuang pembunuhan tiga orang anggota JAI di Cikeusik, Selasa (15/2) Pesantren YAPI di Bangil Pasuruan diserang dan dilempari batu oleh ratusan orang tidak dikenal. Isu yang berkembang, bahwa motiv penyerangan itu ditengarai karena perbedaan paham. Hampir sama dengan kasusnya JAI.

Di luar kasus yang bersifat agama, kita juga dapat melihat kasus-kasus kekerasan yang hampir merata terjadi di semua daerah. Seperti dalam pelaksanaan Pemilukada (Pemilihan Umum Daerah), selalu saja berujung dengan kekerasan fisik antar pendukung calon. Pendukung dari pasangan yang kalah mendatangi KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) menuntut pilihan ulang atau penghitungan ulang karena Pemilukada dianggap curang, dan alasan lain. Kalau tuntutannya tidak dikabulkan KPUD setempat, mereka tidak segan untuk membakar kantor KPUD.

Tidak itu saja, kalau mau jujur, kasus kekerasan akhir-akhir ini kayaknya sudah menjadi budaya bangsa. Mengingat semua domain kehidupan masyarakat sudah akrap dengan budaya kekerasan. Hal itu dapat disaksikan dari seringnya kasus yang berbau kekerasan seperti saling menyerang antara warga desa satu dengan warga desa lainnya, tawuran antar pelajar, tawuran antar seporter sepak bola, bahkan adu jotos juga pernah kita saksikan di gedung dewan yang diperankan anggota dewan yang terhormat.

Beberapa kasus kekerasan di atas, bukanlah sekedar kecelakaan belaka, namun lebih dari itu, sudah menjadi budaya masyarakat di negeri yang plural ini. Konon sangat kental dan terkenal dengan adat ketimurannya yang santun. Kini yang nampak adalah budaya yang garang, keras, dan bringas.

Mencari Akar Masalah

Mengenai budaya kekerasan, menarik apa yang disampaikan James Q. Wilson dan George Kelling dengan teorinya “broken windows”. Wilson dan Kelling berpendapat, bahwa kriminalitas merupakan akibat tak terelakkan dari ketidak teraturan. Diilustrasikan dengan sebuah jendela rumah pecah dan dibiarkan saja, siapapun yang lewat cenderung menyimpulkan bahwa rumah itu tidak ada yang peduli serta rumah itu dianggap tidak berpenghuni. Dalam waktu singkat akan ada lagi jendelanya yang pecah, dan akhirnya berkembang menjadi anarkhi yang menyebar ke sekitar tempat itu. (Malcolm Gladwell; 2003).

Memakai teori “broken windows” Wilson dan Kelling, untuk melihat kasus-kasus kekerasan yang terjadi belakangan ini, dapat memberikan pengertian bahwa setiap aksi kekerasan selalu saja berbuntut dan berulang dalam waktu yang tidak lama. Sangat mudah menyebar dan cepat menjalar terjadi di daerah-daerah lain. Persis sama dengan kasus penyerangan anggota JAI, yang dimulai dari kasus Cikeusik, selang waktu tidak lama juga terjadi di Temanggung. Tidak lama kemudian kasus yang sama juga terjadi di Bangil Pasuruan, tetapi kali ini bukan JAI, melainkan Pesantren YAPI.

Ketiga kasus itu terjadi secara beruntut, dalam waktu yang tidak lama. Hal ini dapat dibaca pada dua sisi, pertama, bahwa setiap kasus kekerasan dengan motiv tertentu sepertinya mengandung magnet untuk mengundang dan memacing untuk terjadi lagi di tempat-tempat lain. Kasus penyerangan anggota JAI di Cikeusik, sepertinya mengundang untuk terjadinya kasus di Temanggung. Masih dalam kontek dan motiv yang hapir mirip, yaitu tentang perbedaan paham keagamaan, juga terjadi penyerangan pada Pesantren YAPI di Bangil Pasuruan karena dianggap oleh kelompok penyerang sebagai kelompok syiah.

Kedua, di sisi yang lain, kejadian demi kajadian kekerasan menunjukkan kalau masyarakat kita saat ini masih mudah tersulut dan latah. Inilah sebenarnya akar masalah sesungguhnya yang sedang melanda masyarakat kita. Bukan sekedar persoalan ketegasan dari aparat kepolisian sebagai penegak hukum. Berapa peleton pun yang disiagakan pihak kepolisian tidak akan berarti, kalau masyarakatnya belum memiliki kesadaran tinggi untuk menghargai perbedaan. Buktinya setiap kali aksi kekerasan terjadi, pihak kepolisian juga tidak berkutik. Berapa pun aturan dibuat, seperti Undang-Undang yang sedang digagas anggota dewan, tidak memiliki arti lebih apabila masyarakat belum memahami makna akan pentingnya toleransi. Buktinya sudah ada SKB, toh masih saja dilanggarnya. Ataupun berapa dialog yang akan di gelar, kalau masyarakat belum mecintai perdamaian, juga semakin memperkeruh keadaan.

Karena itu, untuk mengatasi budaya kekerasan yang sudah menjamur di masyarakat saat ini dibutuhkan upaya pembinaan secara intensif dan sistematis. Maka institusi yang paling tepat adalah lembaga pendidikan formal yang selama ini sudah dipercaya untuk mengemban tugas dalam mentransformasi nilai-nilai luhur bangsa. Penagakkan hukum, penyusunan peraturan, dan dialog semuanya memang dibutuhkan, namun itu dalam porsinya untuk menyelesaikan masalah-masalah kasuistik. Sedangkan untuk menyelesaikan masalah mental dan mengkonstruksi kesadaran masyarakat akan pentingnya toleransi, menghargai perbedaan, dan lebih cinta damai, pendidikan adalah pilihan keniscayaan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Pemerintah harusnya, segera mengevaluasi kembali praktik transformasi kesadaran yang sudah dilakukan lembaga pendidikan kepada siswa selama ini, mengapa outputnya cenderung menghasilkan warga yang senang akan kekerasan?.

Peace Education

Kalau pemerintah (dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional) saat ini sedang menggalakkan pendidikan karakter, tidak ada salahnya apabila mendasarinya dengan pendidikan damai (Peace Education). Linier dengan program Majelis Umum PBB tahun 2000, yang mengeluarkan mandat kepada UNESCO untuk menetapkan bahwa tahun 2000 sebagai tahun budaya damai internasional (International Year for the Culture of Peace) dan dekade tahun 2001 sampai 2010 sebagai dekade budaya damai dan tanpa kekerasan (International Decade for a Culture of Peace and Non-Violence for the Children of the World). Aspek-aspek yang dikembangkan pada program tersebut antara lain kedamaian dan anti kekerasan (peace and non-violence), hak asasi manusia (human rights), demokrasi (democracy), toleransi (tolerance), pemahaman antar bangsa dan antar budaya (international and intercultural understanding), serta pemahaman perbedaan budaya dan bahasa (cultural and linguistic diversity).

Peace Education mengedepankan keserasian tiga pilar penting dalam implementasinya, yaitu siswa, guru dan orang tua siswa. Ketiga pilar tersebut merupakan pelaku aktif proses penanaman nilai-nilai luhur dalam membangun perdamaian. Peran guru sebagai pendidik nilai-nilai dan ilmu pengetahuan. Siswa sebagai generasi muda yang akan meneruskan keberlangsungan bangsa diharapkan berperan pada sosialisasi nilai-nilai budaya damai dan anti kekerasan pada rekan sebaya. Sedangkan orang tua berperan sebagai mitra guru untuk mendorong, mendukung dan mengembangkan aktualisasi atau pelaksanaan budaya damai tanpa kekerasan.

Melihat aspek dan pilar yang dikembangkan, sepertinya konsep Peace Education sangat tepat untuk diterapkan di lembaga pendidikan, menyertai konsep pendidikan karakter yang mulai digalakkan oleh pemerintah. Sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah aksi kekerasan yang sudah menjadi budaya masyarakat. Sehingga di masa yang akan datang, muncul generasi yang cinta damai dan anti kekerasan. Menampilkan wajah bangsa yang sejuk dan harmoni, penuh cinta kasih.

*) Adalah dosen Universitas Sunan Giri (UNSURI) Surabaya dan Direktur Community Education Centre Indonesia.



Tinjauan Ilmu Sosial Dasar

Ilmu Sosial Dasar adalah pengetahuan yg menelaah masalah-masalah sosial, khususnya masalah-masalah yg diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, dengan menggunakan Teori-teori (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial (seperti Geografi Sosial, Sosiologi, Antropologi Sosial, Ilmu Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan Sejarah) MK.

Ilmu Sosial Dasar merupakan suatu usaha yang dapat diharapkan memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan dasar tentang konsep-konsep yangg dikembangkan untuk melengkapi gejala-gejala sosial agar daya tanggap (tanggap nilai), persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat ditingkatkan , sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya menjadi lebih besar.

Ruang Lingkup Studi Ilmu Sosial Dasar

Ilmu Sosial Dasar meliputi dua kelompok utama; studi manusia dan masyarakat dan studi lembaga-lembaga sosial. Yangg terutama terdiri atas psikologi, sosiologi, dan antropologi, sedang yang kemudian terdiri atas ekonomi dan politik. Sasaran STUDI Ilmu Sosial Dasar adalah aspek-aspek yangg paling dasar yang ada dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan masalah-masalah yang terwujud dari padanya.

Tujuan Ilmu Sosial Dasar

Ilmu Sosial Dasar membantu perkembangan wawasan penalaran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan yg lebih luas dan ciri-ciri kepribadian yang diharapkan dari sikap mahasiswa, khususnya berkenaan dengan sikap dan tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia-manusia lain, serta sikap dan tingkah laku manusia-manusia lain terhadap manusia yg bersangkutan secara timbal balik.

Pokok Bahasan Ilmu Sosial Dasar
1. Pengertian, latar belakang serta ruang lingkup pembahasan.
2. Sekilas tentang ilmu-ilmu sosial, IPS, ilmu sosial, dan Ilmu Sosial Dasar.
3. Penduduk, masyarakat dan kebudayaan.
4. Individu, keluarga, dan masyarakat.
5. Pemuda dan sosialisasi serta peranan pemuda dalam pembangunan masyarakat.
6. Peranan pendidikan dlm pembangunan.
7. Warga negara dan negara.
8. Pelapisan sosial desa, kesamaan derajat.
9. Desa, masyarakat kota dan pembangunan pedesaan.
10. Kota, masyarakat kota, dan pembangunan perkotaan.
11. Pertentangan-pertentangan sosial.
12. Integrasi sosial dan integrasi nasional.
13. Pembangunan dan perubahan sosial.
14. Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan.


Sumber : http://sulfikar.com/ilmu-sosial-dasar-defenisi-kuliah-i.html


Kamis, 02 Juni 2011

Bisnis Jual Sepatu Futsal dan Jersey

Lapangan futsal semakin merebak. Pemain sepakbola mini juga kian banyak. Ini menjadi peluang bagi produsen sepatu menggarap potensi pasar. Produsen lokal bahkan terang-terangan menantang merek asing beradu kuat di lapangan.

Persaingan bisnis sepatu futsal kian sengit. Produsen sepatu lokal dan asing berlomba-lomba memanfaatkan pasar penggemar futsal yang terus tumbuh. Selain bersaing harga, sebagian juga berani bersaing secara kualitas dan membidik segmen lebih tinggi.

Maklum, pasar sepatu olah raga (sport) memang cukup legit. Data Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perdagangan menunjukkan, total produksi alas kaki nasional di tahun 2010 mencapai 1,2 miliar pasang. Hebatnya, 70% atau sekitar 800 juta pasang merupakan sepatu olah raga.


Nah, ini menjadi peluang untuk saya berbisnis sepatu futsal dan jerseynya. Bisnis ini berawal dari ketidaksengajaan. Memang saya hobi bermain futsal semenjak dari SMA. Awalnya saya membeli sepasang sepatu futsal dan jerseynya untuk diri saya sendiri di toko langganan saya yang cukup miring harganya, di bilangan Rawamangun.

Ketika saya memakainya, teman-teman saya melihat dan cukup tertarik dengan apa yang saya pakai. Mulai dari situ bisnis ini berkembang, satu persatu teman saya mulai memesan sepatu dan seragamnya. Dengan memberikan display foto, teman-teman saya bebas memilih sesuai dengan yang mereka inginkan. Untuk harga bervariasi, mulai dari yang murah, menengah dan yang mahal. Bisnis ini cukup lumayan, walaupun untungnya tidak terlalu besar.

Itulah sekilas dari bisnis yang saya jalankan . . .